Satu tahun belakang
ini, aku sering bahkan mungkin selalu merasakan hal yang satu ini. Mungkin ini
karma buatku. Yah, sejak aku merasakan sakitnya untuk pertama kalinya. Bukan
berarti ini memang yang pertama sekali, tapi aku rasa ini yang pertama berhasil
membuatku begitu terpuruk.
Sejak saat itu, sejak
hal bodoh ini menghantamku dengan begitu hebatnya, seketika juga aku memutuskan
untuk menjauh dariNya, si pemberi pengharapan untukku selama ini. Mau tau
alasan bodohku? Selama ini aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukNya.
Aku selalu berusaha mengikuti perintahNya, menjauhi laranganNya. Dengan taatNya
aku selalu mengikuti setiap ibadah-ibadahNya, tak pernah lupa aku untuk terus
berdoa, selalu mengucap syukur, bahkan sempat aku memulai membaca/mengkaji isi Kitab SuciNya. Pokoknya setiap harinya aku selalu
berusaha menjadi anak yang manis, berusaha menjadi anak yang baik dan taat.
Tetapi seketika,
semuanya aku tinggalkan. Iya, aku marah dan mulai menjauhi Dia. Bagaimana
tidak? Hal yang bertahun-tahun aku impikan, tidak bisa aku dapatkan. Aku gagal.
Kegagalan pertamaku, dan ntah mengapa membuatku begitu merasa frustasi. Tau?
Aku menyalahkan Dia. Saat itu aku berpikir, jelas-jelas ini karenaNya. Kemana
Dia saat aku membutuhkanNya? Mengapa dia seolah tak mempedulikanku? Mengapa dia
tidak mewujudkan impianku? Bukannya selama ini aku selalu berusaha memberikan
yang terbaik untukNya, lalu Dia? Apa Dia tidak melihatku selama ini? Seketika kemudian, aku mulai jarang
berkomunikasi denganNya, aku mulai tidak menaruh kepercayaan kepadaNya lagi,
mulai tidak menyentuh hal-hal yang berhubungan denganNya. Memang aku selalu
terlihat seperti biasa, masih terlihat memujiNya, menyembahNya, tapi tidak
dengan jiwaku. Jiwaku berlarian ntah kemana. Aku pun tak peduli lagi.
Terkadang, aku memang
masih mencariNya. Tetapi disaat aku sedang mengalami masalah. Hahaha ternyata
aku masih membutuhkanNya, aku memang selalu membutuhkanNya, hanya saja aku tak
mau (mungkin malu) mengakuinya.
Ternyata aku baru
sadar, setipis inikah imanku selama ini? Selama ini aku selalu berpikir bahwa
ketika aku hidup seperti apa yang Dia kehendaki, maka semuanya pasti
dilancarkanNya. Iya, hidupku akan berjalan seperti apa yang aku mau, karena aku
yakin Dia pasti akan selalu membantuku mewujudkannya. Namun seketika, hanya
karena aku mengalami kegagalan, aku langsung merasa hancur, menyalahkan Dia,
menjauhiNya. Aku merasa ternyata Dia tidak pernah memperhatikanku. Hfft,
pengetahuanku tentangNya memang dangkal, sangat dangkal..
Hingga yah, aku rasa
teguran (mungkin aku bisa menyebutnya karma) datang mengunjungiku. Terlalu
cepat ya? Haha tapi aku merasa sangat berterimakasih, karma itu datang cepat,
hingga aku bisa juga lebih cepat tersadarnya. Iya, semakin aku menjauh, semakin
aku seolah tak memperdulikanNya, aku tetap saja mengalami kegagalan. Aku masih
selalu saja gagal. Tak terhitung lagi kegagalan-kegagalan yang aku alami sejak
saat itu. Setiap aku mencoba sesuatu, seberusaha apapun aku, hasilnya tetap
sama, aku gagal lagi. Bahkan aku rasa, aku sudah sangat kebal sama apa yang
dinamakan kegagalan itu. Dan satu yang baru aku sadari, kegagalan-kegagalan itu
perlahan membentukku menjadi pribadi yang pesimis. Yaps, seakan aku terlalu
takut untuk mencoba sesuatu, karena aku kemudian akan berpikir, aku pasti gagal
lagi.
Sekarang, aku
benar-benar ingin kembali. Kadang aku merasa, aku salah satu contoh dari tokoh
anak yang hilang seperti yang diceritakan dalam Kitab Suci hehehe Iya, setelah
menjadi durhaka, setelah meninggalkan Bapaku, dan kemudian merasakan akibat
dari perbuatanku, aku ingin kembali. Satu hal, aku rindu Bapaku. Aku benar-benar
ingin berbalik kepada-Nya yang kemudian merasakan lagi kehangatan pelukanNya, setelah
setahun lebih aku menjauh dan memutuskan komunikasiku daripada-Nya.
Namun satu hal yang
sih yang sedang mengganjal pikiranku, apakah Dia mau menerimaku kembali? Yap,
seperti di dalam cerita itu. Si Ayah masih mau menerima putranya yang telah
lama hilang, bahkan ia menerimanya dengan penuh sukacita. Lalu aku? Apakah
kejadianku bisa sama dengan kejadian dalam Kitab Suci itu? Huh, aku sangat
berharap sama. Aku sangat berharap Dia masih mau membuka tangan-Nya lebar-lebar
untukku, lalu kemudian memelukku dengan begitu erat. Pelukan hangat yang sangat
aku rindukan, dari-Nya, Bapaku ..
Maaf, aku terlalu
takut untuk berjanji. Aku takut nanti akan melanggar janji itu, aku nggak bisa
mewujudkan janji itu. Tapi aku akan selalu berusaha semampuku, kembali..
0 komentar:
Posting Komentar