Sabtu, 14 Juli 2012

Apa Aku Harus Menyebutnya, KARMA?

                Satu tahun belakang ini, aku sering bahkan mungkin selalu merasakan hal yang satu ini. Mungkin ini karma buatku. Yah, sejak aku merasakan sakitnya untuk pertama kalinya. Bukan berarti ini memang yang pertama sekali, tapi aku rasa ini yang pertama berhasil membuatku begitu terpuruk.

                Sejak saat itu, sejak hal bodoh ini menghantamku dengan begitu hebatnya, seketika juga aku memutuskan untuk menjauh dariNya, si pemberi pengharapan untukku selama ini. Mau tau alasan bodohku? Selama ini aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukNya. Aku selalu berusaha mengikuti perintahNya, menjauhi laranganNya. Dengan taatNya aku selalu mengikuti setiap ibadah-ibadahNya, tak pernah lupa aku untuk terus berdoa, selalu mengucap syukur, bahkan sempat aku memulai membaca/mengkaji isi Kitab SuciNya. Pokoknya setiap harinya aku selalu berusaha menjadi anak yang manis, berusaha menjadi anak yang baik dan taat.

                Tetapi seketika, semuanya aku tinggalkan. Iya, aku marah dan mulai menjauhi Dia. Bagaimana tidak? Hal yang bertahun-tahun aku impikan, tidak bisa aku dapatkan. Aku gagal. Kegagalan pertamaku, dan ntah mengapa membuatku begitu merasa frustasi. Tau? Aku menyalahkan Dia. Saat itu aku berpikir, jelas-jelas ini karenaNya. Kemana Dia saat aku membutuhkanNya? Mengapa dia seolah tak mempedulikanku? Mengapa dia tidak mewujudkan impianku? Bukannya selama ini aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untukNya, lalu Dia? Apa Dia tidak melihatku selama ini?  Seketika kemudian, aku mulai jarang berkomunikasi denganNya, aku mulai tidak menaruh kepercayaan kepadaNya lagi, mulai tidak menyentuh hal-hal yang berhubungan denganNya. Memang aku selalu terlihat seperti biasa, masih terlihat memujiNya, menyembahNya, tapi tidak dengan jiwaku. Jiwaku berlarian ntah kemana. Aku pun tak peduli lagi. 

                Terkadang, aku memang masih mencariNya. Tetapi disaat aku sedang mengalami masalah. Hahaha ternyata aku masih membutuhkanNya, aku memang selalu membutuhkanNya, hanya saja aku tak mau (mungkin malu) mengakuinya. 

                Ternyata aku baru sadar, setipis inikah imanku selama ini? Selama ini aku selalu berpikir bahwa ketika aku hidup seperti apa yang Dia kehendaki, maka semuanya pasti dilancarkanNya. Iya, hidupku akan berjalan seperti apa yang aku mau, karena aku yakin Dia pasti akan selalu membantuku mewujudkannya. Namun seketika, hanya karena aku mengalami kegagalan, aku langsung merasa hancur, menyalahkan Dia, menjauhiNya. Aku merasa ternyata Dia tidak pernah memperhatikanku. Hfft, pengetahuanku tentangNya memang dangkal, sangat dangkal..

                Hingga yah, aku rasa teguran (mungkin aku bisa menyebutnya karma) datang mengunjungiku. Terlalu cepat ya? Haha tapi aku merasa sangat berterimakasih, karma itu datang cepat, hingga aku bisa juga lebih cepat tersadarnya. Iya, semakin aku menjauh, semakin aku seolah tak memperdulikanNya, aku tetap saja mengalami kegagalan. Aku masih selalu saja gagal. Tak terhitung lagi kegagalan-kegagalan yang aku alami sejak saat itu. Setiap aku mencoba sesuatu, seberusaha apapun aku, hasilnya tetap sama, aku gagal lagi. Bahkan aku rasa, aku sudah sangat kebal sama apa yang dinamakan kegagalan itu. Dan satu yang baru aku sadari, kegagalan-kegagalan itu perlahan membentukku menjadi pribadi yang pesimis. Yaps, seakan aku terlalu takut untuk mencoba sesuatu, karena aku kemudian akan berpikir, aku pasti gagal lagi.

                Sekarang, aku benar-benar ingin kembali. Kadang aku merasa, aku salah satu contoh dari tokoh anak yang hilang seperti yang diceritakan dalam Kitab Suci hehehe Iya, setelah menjadi durhaka, setelah meninggalkan Bapaku, dan kemudian merasakan akibat dari perbuatanku, aku ingin kembali. Satu hal, aku rindu Bapaku. Aku benar-benar ingin berbalik kepada-Nya yang kemudian merasakan lagi kehangatan pelukanNya, setelah setahun lebih aku menjauh dan memutuskan komunikasiku daripada-Nya.

                Namun satu hal yang sih yang sedang mengganjal pikiranku, apakah Dia mau menerimaku kembali? Yap, seperti di dalam cerita itu. Si Ayah masih mau menerima putranya yang telah lama hilang, bahkan ia menerimanya dengan penuh sukacita. Lalu aku? Apakah kejadianku bisa sama dengan kejadian dalam Kitab Suci itu? Huh, aku sangat berharap sama. Aku sangat berharap Dia masih mau membuka tangan-Nya lebar-lebar untukku, lalu kemudian memelukku dengan begitu erat. Pelukan hangat yang sangat aku rindukan, dari-Nya, Bapaku ..

                Maaf, aku terlalu takut untuk berjanji. Aku takut nanti akan melanggar janji itu, aku nggak bisa mewujudkan janji itu. Tapi aku akan selalu berusaha semampuku, kembali..

0 komentar:

Posting Komentar