“Miaaaaa……”
terdengar teriakkan dari kejauhan. Kupalingkan wajahku ke arah sumber teriakkan
yang mengganggu itu, ah dari ujung lorong ternyata. Sedetik kemudian kembali
kubenamkan wajahku di antara tumpukkan huruf-huruf yang sedari tadi sangat
menarik perhatianku. Tak kuhiraukan lagi teriakan-teriakan yang semakin lama
semakin terdengar sangat jelas memanggil namaku. Hingga akhirnya suara itu
terdengar tepat di gendang telingaku.
“Miaaa lo
apa-apaan sih pura-pura budek gitu, nggak lucu. Lo nggak tau apa, daritadi,
dari depan pagar sana, dari ujung lorong sana, gue uda neriakin nama lo
berulang-ulang, dan gue yakin lo uda ngedenger gue, tapi napa nggak nyamperin
sih?” cerocos laki-laki itu tak berhenti. Nafasnya terdengar tak teratur,
saling memburu. Dan kucuran keringat terlihat jelas di dahinya.
“Lo yang nggak
lucu. Pagi-pagi gini uda teriak-teriak gitu bikin heboh. Gue tahu suara lo
bagus, tapi nggak gitu juga kali buat pamerin ke satu sekolahan.” Jawabku
sambil tetap berkutik dengan buku yang aku pegang.
“Kalo itu sih
tanpa gue pamerin, jangankan sesekolahan, sedunia juga uda tau kali kalo suara
gue bagus hahahaha..” tawanya membahana. “Gue pengen ngomong ke lo, sesuatu.
Dan ini penting untuk gue. Untuk hidup gue. Untuk masa depan gue. Pokonya
penting. Dan gue pengen liat reaksi lo.” Lanjut lelaki itu lagi sambil mengusap
wajahnya menggunakan sapu tangannya.
“Gue sih yakin banget itu nggak penting. Tapi
yaudalah, karena lo uda gue anggap sahabat, nggak tau juga kenapa gue
mau-maunya sahabatan sama lo, gue bakal dengerin. Hm, apaan?” aku meliriknya
sebentar..
“Lo tau kan gue
uda lama suka sama cewek, nah sekarang gue uda yakin banget sama apa yang gue
rasa. Jadi yah, gue pengen nembak itu cewek ntar siang..”