Minggu, 15 April 2012

Inilah kisah mereka, Tuhan..


“Aku percaya kepada Allah Bapa yang Maha Kuasa, khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus Anak-Nya yang tunggal Tuhan kita.”

Ucap seorang wanita di sudut sepi sebuah gereja yang kudus. Seluruh orang beribadah dengan khusu.

“Bismillahirahmannirahim.
Alhamdulillahirabbil alamin.”

Lembut suara pria itu mengalun, menambah suasana hikmah di mesjid kala itu.

“Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari dara Maria. Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam Kerajaan Maut.”

Lanjut wanita dengan mata tertutup, dia begitu menikmati persekutuannya dengan Tuhan yang mendengar seruan pengakuan iman rasuli dari bibirnya.

“Arrahman nirrahim. Malikiyau middin.”

Bibir pria itu masih saja mengamit haru, dia membayangkan bahwa Tuhan sedang menatap wajahnya yang begitu tampan seusai dibasuh oleh air wudhu.”

“Pada hari ketiga, bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke Sorga, duduk di sebelah kanan Allah, bapa yang Maha Kuasa. Dan dari sana Ia akan dating untuk menghakimi orang yang hidup dan mati.”

Perlahan-lahan wanita itu semakin tenggelam dalam suasana kudus dan menyejukkan yang membuat tubuhnya seakan-akan dipeluk seseorang, begitu hangat.

“Iyya kana’budu waiyya kanas ta’in. Ikhdinassiratal mustaqim.”

Pria itu mengarahkan hatinya bulat-bulat pada Tuhan. Tuhan semakin tersenyum dengan lebar, menatap umat kecintaan-Nya semakin mencintai-Nya dan menyadari keberadaan-Nya yang nyata.

“Aku percaya kepada Roh Kudus. Gereja yang Kudus dan Am, persekutuan orang kudus. Pengampunan dosa. Kebangkitan dangin. Dan hidup yang kekal, amin.”

Hatinya bergetar, bibirnya berhenti berkata-kata, wanita itu merasakan kehadiran Tuhan begitu dekat, wanita itu merasakan Tuhan sedang berada disampingnya, sedang memeluknya.

“Siratallazi na an’am ta alaihim. Ghairil maghdu bialaihim. Waladdolin, amin.”

Pria itu menengadahkan kepalanya, hatinya bergetar dengan hebat, kembali dia rasakan kehadiran Tuhan di dekatnya, begitu dekat.

Wanita itu menduduki bangkunya, sambil kembali menatap liturgi ibadah, hatinya mendesah, “Lindungi kekasihku yang sedang berada di masjid kali ini, Tuhan. Percayalah, dia juga mencintaiMu, dia hanya menyebut namaMu dengan sebutan yang berbeda.”

Seusai itu, ia mengucap surat Al-Ikhlas, pria itu menggetarkan hatinya, doa lirih terdengar dari hatinya, “Tuhan, kekasihku sedang berada di gereja. Kau tahu? Dia pun juga mencintaiMu, sama seperti aku, meskipun tempat ibadahnya berbeda dengan tempat ibadahku.”

Sang wanita melanjutkan ibadahnya, memuji Tuhan dengan hati tulusnya. Sang pria bersujud dan menyembah, memuja Tuhan dengan hatinya yang seluas samudera. Dalam hati, mereka mengamit resah, “Apa Tuhan melihat kisah kita?

 -dwitasari-

                                                                    *************

“Apakah seseorang yang kau cintai harus memeluk agama yang sama denganmu?

                Aku dan kamu tak bisa apa-apa saat semua orang menganggap kita salah. Terutama saat aku dan kamu dianggap sebagai pelanggar norma agama.
                Kau ingin tahu satu hal tentangku? Aku sangat merindukan kamu. Aku rindu menghabiskan waktu bersamamu. Aku ingin tawa renyahmu dan senyum manismu kembali menghiasi mozaik hari-hariku. Dan.. entah mengapa kebahagiaan yang dulu kumiliki itu diusik oleh orang-orang yang bahkan tak mengenal dan mengerti kondisi kita. Maukah kau katakan pada mereka yang membenci kita?  Bahwa sebenarnya kita bukanlah seorang pendosa. Maukah kau yakinkan mereka? Bahwa aku dan kamu tak sehina yang mereka pikirkan. Haruskah kita mengakhiri semua ketika nyatanya bahagia selalu menghiasi kebersamaan kita? Haruskah kita menyerah pada presepsi yang mengatakan bahwa kita bersalah? Haruskah kita berpisah karena berbeda agama? Apa salahku dan salahmu?
                Pada akhirnya kita harus menyerah, menyerah pada takdir yang awalnya mempertemukan kita juga yang memisahkan kita. Aku tak tahu mengapa norma agama harus membedakan kita, sehingga aku dan kamu memiliki sekat dan jarak, membuat kita tak lagi sama, membuat kita (terpaksa) berpisah. Sebenarnya apa salahku dan salahmu? Mengapa dimata semua orang kita terlihat begitu bersalah?!
                Sayang, sungguh aku tak ingin terus tersiksa seperti ini, sungguh aku tak ingin perpisahan kita menjadi sebab tangismu dan tangisku. Aku ingin semua kembali seperti dulu. Kebahagiaan kita terenggut oleh sesuatu yang kita sebut norma, sesuatu yang seharusnya mengatur tapi malah menyakiti kita. Sebenarnya, mereka yang menyalahkan kita adalah mereka yang tak benar-benar mengenal kita. Bukankah kita hanya saling jatuh cinta? Lalu salahkah cinta jika dia menyatukan kita yang berbeda?!
                Mungkin aku salah, dan mereka benar. Mungkin memang mencintaimu adalah kesalahan. Tapi ketahuilah, mencintaimu merupakan kesalahan paling indah dalam hidupku.

*untuk sahabatku yang sedang kebingungan :)

0 komentar:

Posting Komentar